KAOS DISTRO : Kaos atau T-shirt dengan gambar wajah artis, flora dan fauna,
motor, mobil dan hingga tokoh kartun atau sekedar coretan seuntai kata-kata,
menjadikan T-shirt tersebut lain daripada yang lain. Aksesoris yang
“bling-bling” dipadu dengan tampilan yang beda dari yang lain merupakan sebuah ciri,
menunjukkan sebuah identitas.
Di era informasi yang begitu berkembang ini, tentunya akan
lebih mudah dalam menyebarkan informasi tanpa adanya batasan waktu dan jarak.
Dulu sebuah distro pada mulanya agak “kesulitan” untuk menyebarkan “virus”
hasil kreasi dan kreatifnya, apakah di era globalisasi teknologi informasi
sebuah distro memiliki prospek bisnis yang menjanjikan?
Distro atau distribution store merupakan toko distribusi yang
menjual berbagai produk. Jadi, peranannya adalah sebagai distributor. Sedangkan
clothing adalah produsen yang memproduksi sendiri semua produk mereka dengan
label sendiri pula.
Sebuah clothing bisa memiliki toko sendiri atau hanya sekedar
menitipkan produk mereka ke distro. Produk suatu clothing bermacam-macam
terutama berhubungan dengan kehidupan anak muda pada umumnya seperti kaos,
kemeja, jaket, sandal, tas, sepatu, bahkan produk elektronik seperti kaset,
compact disk (CD), jam tangan digital dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, terminologi distro mencakup pengertian
sebagai distributor dan clothing karena distro merupakan tempat menjual
produk-produk clothing.
Perkembangan distro sangat erat kaitannya dengan kreativitas
anak muda dalam mendesain produk untuk komunitas anak muda itu sendiri. Distro
tidak bisa lepas dari kreativtas dan komunitas, sehingga mereka rajin membuat
desain produk baru dan melakukan kegiatan promosi yang berhubungan dengan
komunitasnya, seperti mensponsori pertunjukkan, pentas musik, perlombaan, bazar
dan lain-lain.
Pada mulanya distro tumbuh dan berkembang di kalangan pelaku
musik indie. Distro ini dimaksudkan sebagai tempat menjual semua produk dari
band indie, mulai dari kaset, CD dan merchandise dari band tersebut seperti
pin, stiker dan kaos. Distro sudah ada sejak tahun 1993, tetapi baru berkembang
penuh pada tahun 1998.
Sejarah Lahirnya Distro
Pada mulanya, distro lahir karena keinginan anak muda untuk
membangun identitas dan kebebasan dalam mengekspresikan dirinya, tetapi dalam
kondisi yang serba terbatas. Perkembangan tersebut didorong pula oleh krisis
keuangan yang melanda Indonesia sehingga anak muda tidak mampu lagi membeli
barang impor sebagai penanda identitas.
Kemudian mereka menciptakan sendiri perlengkapan komunitasnya
dengan modal yang relatif terbatas. Pada mulanya produk-produk tersebut
diciptakan bukan untuk tujuan bisnis, tetapi untuk identitas diri. Distro
mengutamakan nilai keunikan yang ada pada produk-produk yang dijualnya,
sehingga produk yang dijual diproduksi dalam jumlah yang sangat terbatas (non
masal).
Di Indonesia distro bermula dari Bandung, kemudian berkembang
lebih jauh menjadi distributor bagi produk clothing lokal dan menjadi sebuah
industri kreatif yang bukan lagi sebuah usaha kecil-kecilan. Bandung memang
pantas mendapat julukan Paris Van Java, mode senantiasa terlahir dari kota ini.
Distro menjual produk-produk dalam jumlah terbatas dengan
desain dan motif yang berbeda dari produk-produk yang sudah ada. Sehingga
memenuhi keinginan pemakai untuk tampil beda dibandingkan dengan orang lain.
Dalam segmen pasar anak muda semangat untuk tampil beda cukup
menonjol. Selera anak muda yang beragam dan ingin tampil lain dari yang lain
menyuburkan bermunculan berbagai desain pakaian dan aksesoriesnya.
Hal ini juga didorong oleh kreativitas dari anak muda itu
sendiri untuk menciptakan kebutuhan yang sesuai dengan selera mereka. Distro
juga menyediakan kebutuhan produk-produk yang unik untuk komunitasnya, bahkan
tidak dapat diperoleh di toko-toko lain seperti aksesories untuk komunitas penggemar
motor tua, sepeda BMX, skateboard, penggemar musik rock, hip-hop, break dance,
penggemar musik punk, musik indie, penggemar film dan lain-lain.
Ide tercipta karena adanya kesamaan
Ide produk dapat lahir dari ketertarikan akan satu model,
gaya hidup (life style), dan hobby yang sama sehingga membentuk suatu
komunitas. Kemudian mereka mulai memproduksi barang atau musik rilisan mereka
sendiri yang dilengkapi dengan segala macam pernak-pernik dari mulai kaset,
merchandise band, T-shirt, topi dan sebagainya. Kebutuhan yang spesifik semacam
inilah yang mendorong komunitasnya datang ke distro mencari barang yang tidak
terdapat di toko, shopping mall atau departement store.
Produk-produk yang dijual distro sangat beragam, baik yang
diciptakan sendiri maupun produk impor. Perkembangan distro juga didukung oleh
ketersediaan bahan baku yang banyak dan mudah didapat, tekonologi produksi dan
media komunikasi yang semakin canggih, teknologi rekaman yang memungkinkan
band-band baru merekam musik mereka dengan menggunakan komputer, sehingga tidak
lagi harus bersandar pada produser tertentu.
Saat ini, industri musik di Bandung sudah bisa diproduksi di
studio-studio kecil, rumah, maupun di kamar kos. Selain itu, perkembangan di
bidang teknologi informasi juga memudahkan setiap komunitas yang ada untuk
berhubungan dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Melalui jaringan
internet, telepon dan mesin fax orang dapat membangun komunitas dan jaringan
untuk mendukung pemasaran suatu produk.
Distro adalah sebuah idealis
Setiap distro membuat produk dalam jumlah terbatas dengan
desain yang unik. Hal ini menjadi andalan distro untuk menarik pelanggan atau
komunitasnya.
Konsumen menyukai produk-produk distro dan rela membayar
pakaian atau produk yang relatif langka tersebut sebesar dua kali lipat dari
harga produksi masal.
Penciptaan komunitas juga merupakan ciri khas sebuah distro.
Jika sudah terbentuk satu komunitas, diharapkan mereka tidak akan pindah ke
komunitas lain sebagaimana halnya komunitas penggemar motor Harley Davidson
tidak akan pindah ke penggemar motor Honda, Yamaha atau Kawasaki.
Komunitas yang menjadi target market utama sebuah distro juga
bermacam-macam. Dalam bidang pakaian misalnya, ada yang lebih fokus pada
pakaian pria, ada yang fokus pada pakaian wanita atau remaja atau lebih fokus
pada produknya seperti T-shirt, jaket, blazer, dan lain-lain.
Jadi, setiap distro mempunyai target market yang berbeda.
Produk yang dijual sebuah distro bisa sama dengan distro lain, seperti T-shirt,
tetapi tema yang diusung dalam desainnya tidak sama: misalnya berkaitan dengan
aliran musik tertentu, tokoh, artis, wanita, politik, dan lain-lain. Setiap
distro menerapkan pengawasan yang ketat terhadap desain produknya untuk menjaga
supaya jangan sampai desain tersebut meniru desain orang lain yang sudah ada.
Distro menjual produk dengan karakteristik sebagai berikut:
- 1. Personalized service, yaitu memberikan pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan komunitasnya, khususnya anak muda.
- 2. Freedom expression, produk dibuat dengan desain yang terus berganti sepanjang waktu dan terbebas dari status dan embel-embel lainnya.
- 3. Limited edition, produk dibuat dalam jumlah terbatas, unik, dan tidak melayani repeat order. Dari penelitian yang dilakukan, repeat order dapat dilakukan satu sampai dua kali saja selama bahan baku masih tersedia (biasanya untuk pasokan ke kota lain), tetapi tetap dalam jumlah yang terbatas karena ingin mempertahankan image bahwa produk tersebut bukan produk massal.
- 4. Distribution network, produk disalurkan ke berbagai kota di Indonesia melalui jaringan kerjasama dengan penyalur lain, bahkan sebagian ada yang diekspor ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Australia.
Distro di Bandung kini berkembang amat pesat dan hebatnya
mereka membangun “industri” sejak masih sekolah, dan berawal dari pemenuhan
kebutuhan komunitas yang mereka bentuk.
Seperti halnya C59 atau Caladi 59 (nama jalan dekat kantor
Telkom Bandung) sebuah merek atau brand spesial T-Shirt dan jaket yang
didirikan saat owner-nya masih sekolah dan hingga saat ini masih eksis.
Kamu memiliki komunitas? Cobalah untuk membangun kebersamaan
melalui pembuatan produk kreatif untuk skala pemenuhan komunitas yang kamu
bentuk, lambat laun produk hasil karya ciptamu bersama rekan-rekan akan
menyebar. Gunakan maketing melalui media sosial dan internet maka dunia akan
mengetahui akan keberadaan “karya” kreatif kalian.